Selasa, 13 Desember 2011

SHOLAT KHUSYU'


 
            Mengenai bagaimana cara meraih sholat khusu', imam Ghozali
memberikan uraian yang cukup panjang mengenai hal ini.  Tetapi
jangan berusaha dengan cara yang menggebu-gebu untuk bisa
khusyu', karena keinginan khusyu' yang berlebihan itu
merupakan hawa nafsu.
 
 
 
            Ibnu Athaillah as-Sakandary memberikan solusi "Jika anda ingin
khusyu' dalam sholat, kemudian anda khusyu'kan, anda akan
kesulitan khusyu'. Keridhoan anda dan kerelaan anda, bahwa
saat itu Allah belum mentakdirkan khusyu' malah bisa membuka
pintu kekhusyu'an. Jadi tawakkal dan ridho itu harus menyertai
ibadah anda.
 
 
 
Syeikh Abdul Jalil Mustaqim memberikan solusi kekhusyu'an dengan tetap
membunyikan Allah...Allah...dalam hati bagi seluruh bacaan dan gerak gerik
hati sholat anda hingga salam.
 
 
 
Pertama-tama selain niat yang ikhlas, bahwa sholat itu hanya untuk Allah,
bukan selain untuk Allah, harus diteguhkan diawal niat anda. Bukankah anda
semua sedang menghadap Allah, layak dan sopankah jika anda menghadap
kepada Yang Maha Agung, tanpa sepenuh jiwa, dan hati yang "berselingkuh"?
Padahal ketika hamba Allah mengucap takbir, Allahu Akbar, sejak awal
sholat maupun pergantian gerakan sholat, semestinya ia menyadari, betapa
seluruh totalitas selain Allah itu ditakbiri, sehingga sang hamba fana'
total dalam Baqo'Nya Allah.
 
 
 
Sebenarnya Allah tidak membutuhkan sholat kita, tetapi kitalah yang butuh
Allah melalui sholat, karena itu sholat kita harus hanya untuk Allah
(Lillahi Ta'ala). Allah tidak butuh disembah, tetapi kita yang bergantung
kepadaNya membutuhkanNya secara total.
 
 
 
Sholat itu bukan sebagai kerangka jalan menuju hakikat, tetapi sholat itu
adalah perintahNya, bukan utnuk kepentingan Allah tetapi demi kepentingan
kita sendiri, karena cinta dan kasih sayang Allah Yang Maha Agung Kepada
kita. Jadi salah besar bahkan sesat kalau ada pandangan yang mengatakan,
bahwa sholat itu jalan menuju kepada Allah, sehingga kalau sudah bertemu
dan menyatu dengan Allah tidak perlu sholat, karena kalau masih sholat
berarti kita masih mondar mandir di jalan. Inilah jalan sesat iblis yang
membelokkan perintah Allah.
 
 
 
Selanjutnya mari kita renungi wacana sholat Sufistik dari Hujjatul Islam
Al-Ghozali di bawah ini.
 
 
 
Mungkin anda akan berpendapat bahwa apa yang saya kemukakan ini akan
berbeda dengan kesepakatan para ulama fiqih (fuqaha). Apabila saya
menekankan perlunya kesadaran penuh dalam setiap gerakan sholat sebagai
syarat sahnya sholat, sementara mereka (para ulama fiqih) tersebut hanya
mensyaratkannya pada saat melakukan takbiratul ihram, "Allahu Akbar".
Perlu anda pahami bahwa para ahli fiqih tersebut tidak mempedulikan
hal-hal yang berkaitan dengan urusan batin atau persoalan akhirat.
Perhatian mereka hanyalah tertumpu pada aspek-aspek lahiriah hukum agama,
denga merujuk pada perbuatan fisik anggota badan semata. Mengenai manfaat
ukhrawi (bagi kehidupan akhirat kelak) dari perbuatan masing-masing
tersebut, jelas diluar jangkauan dan pembahasan ilmu fiqih, sehingga tidak
pernah ada konsensus tentang hal tersebut.
 
 
 
Sufyan ats Tsauri, seorang ahli fiqih periode awal Islam, pernah berkata,
"Sesungguhnya tidak sah sholat yang tidak dilakukan secara khusyu' dan
disertai kesadaran hati". Diriwayatkan bahwa Al Hasan pernah berkata,
"Sholat yang dilaksanakan tanpa disertai kesadaran hati, akan mendekatkan
kita pada siksaan". Dikatakan Mu'adz bin Jabal, "Baragsiapa sampai
mengenal orang yang disisi kanan dan kirinya, sementara ia tengah sholat,
maka tiada nilai sholat baginya".
 
 
 
Rasulullah bersabda "Seseorang yang melaksanakan sholat, tetapi mungkin
pahala atau kebaikan yang diperolehnya hanya seperenam atau sepersepuluh
sholatnya. Manusia hanyaa memperroleh kebaikan pada bagian-bagian yang
dilakukannya dengan kesadaran hati". Hr. Abu Dawud, an Nasa'i. Apabila hal
ini diriwayatkan melalui orang yang lebih sedikit lagi, tentunya sudah
menjadi madzhab, kalau demikian mengapa tidak pernah dijadikan pegangans
secara serius?
 
 
 
Dikatakan oleh Abdul Wahid bin Zaid, "Para ulama telah sepakat bahwa
manusia akan memperoleh kebaikan dari sholatnya hanya dari bagian-bagian
yang dilakukannya dengan penuh kesadaran." Dan dalam pendapat Abdul Wahid
ini sebenarnya telah terjadi konsensus (ijma') tentang masalah ini.
Singkatnya kesadaran hati merupakan inti sholat dan sekaligus penentu
nilai sholat itu sendiri. Perhatian dan kesdaran pada takbir pertama,
takbiratul ihram, "Allahu Akbar" hanyalah syarat minimum untuk menjaga
agar inti tersebut tetap hidup.
 
 
 
**Ya Allah, kami senantiasa mengharapakan uluran kasih sayangMu**
 
 
 
Kesadaran Batin Ketika Sholat
 
 
 
Kualitas-kualitas ini dapat diungkapkan dengan berbagai cara, tetapi
cara-cara itu dapat diungkapkan dengan enam kata sederhana, yaitu:
Kesdaran, Pemahaman, Pengagungan, Kedahsyatan, Harapan dan Rasa malu.
 
 
 
Kesadaran
 
Kesdaran penuh yang kita maksudkan adalah, keadaan dimana pikiran dan
perasaan seseorang tidak berbeda dengan apa yang dikerjakan dan diucapkan.
Persepsi menyatu dengan tindakan dan ucapan, pikirannya tidak dipenuhi
dengan berbagai praduga. Apabila pikiran tertuju pada apa yang sedang
dikerjakan, apabila hati sepenuhnya terlibat di dalamnya, dan apabila
tidak ada sesuatu yang membuatnya lalai, maka dapat dikatakan bahwa orang
tersebut telah memiliki kesadaran penuh.
 
 
 
Pemahaman
 
Memahami makana ucapan seseorang adalah lebih dari sekedar kesadaran bahwa
seseorang dengan sadar mengucapkan sesuatu, tetapi belum tentu orang
tersebut memahami makna ucapannya. Oleh karena itu, apa yang kita
maksudkan dengan pemahaman disini adalah kesdaran yang mencakup juga
pemahaman makna ucapan seseorang. Perbedaan pada setiap oarng terletak
pada ketidakmungkinannya untuk saling berbagi pemahaman dan rasa hormat
pada Al-Qur'an.
 
 
 
Betapa banyak kehalusan makna kandungan Al-Qur'an yang dapat kita pahami
selagi melaksanakan sholat. Suatu hal yang tidak pernah terjadi
sebelumnya. Dalam konteks ini sholat menjadi penangkal bagi perbuatan keji
dan mungkar, sehingga pemahaman atas aspek-aspek sholat akan membentuk
tameng bagi perbuatan tercela.
 
 
 
Pengagungan
 
Pengagunagan atau  rasa hormat anenaamadalah sesuatu yang lebih jauh atau
di atas kesadaran hati dan pemahaman. Orang dapat saja memerintah
pembantunya dengan ucapan-ucapan yang sepenuhnya disadari dan makna
kata-katanya juga dipahami, namun itu berlangsung tanpa rasa hormat.
Pengagungan adalah unsur tambahan.
 
 
 
Kedahsyatan
 
Kedahsyatan adalah di atas rasa hormat. Dalam kenyataannya, kedahsyatan
adalah perasaan yang tumbuh dari rasa takut. Tanpa pernah memiliki
pengalaman dengan rasa takut, seseorang tidak akan pernah merasakan
kedahsyatan. Ada rasa takut yang biasa, misalnya takut pada kalajengking
atau orang jahat, tetapi hal ini tentu saja tidak dapat disebut dengan
kedahsyatan. Apa yang disebut dengan kedahsyatan adalah sejenis rasa takut
tetapi ditujukan kepada sesuatu yang mulia. Jadi kedahsyatan adalah rasa
takut dan hormat sekaligus.
 
 
 
Pengharapan
 
Pengharapan adalah sesuatu yang lain lagi. Ada banyak orang yang
mengagungkan seorang raja, namun juga takut terhadap kekuasaannya, walau
demikian tidak pernah berharap akan pahala atau ganjaran darinya. Di dalam
setiap do'a, kita harus selalu berharap agar mendapatkan ganjaran Nya,
sebagaimana juga rasa takut terhadap hukuman Nya atas kesalahan-kesalahan
yagn telah kita perbuat.
 
 
 
Rasa malu
 
Rasa malu adalah tambahan terhadap pengharapan, ia didasarkan atas
kenyataan akan kekurangan seseorang, juga merupakan pengakuan akan dosa
yang telah diperbuat. Dan memang, kita akan dapat merasakan suatu
pengagungan, takut dan berpengharapan, tanpa harus diikuti dengan rasa
malu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Lompatan Belalang

Seekor belalang telah lama terkurung dalam sebuah kotak. Suatu hari ia berhasil keluar dari kotak yang mengurungnya tersebut. Dengan gem...